Aku Menangis di Kuburanmu
Suara kicau burung mulai
membangunkan Khairul di pagi dingin di hari minggu. Setelah mencuci mukanya
dengan air sejuk kemudian ia membuat secangkir kopi hangat untuk menemaninya
membaca harian pagi edisi minggu. Seperti biasa ia selalu mencari beberapa
pekerjaan di kolom lowongan kerja. Khairul yang akrab dipanggil Irul ini tidak
memiliki pekerjaan tetap, dia hanya seorang penulis kecil untuk harian pagi.
Ketika ia memiliki atau membuat sebuah tulisan yang bagus maka akan ia kirimkan
ke redaksi harian pagi itu dan mendapatkan upah yang sesuai dengan karyanya.
Pada malam minggu terkadang Irul
mengunjungi pacarnya Imel yang tinggal di Perumahan Karyawan yang tidak jauh
dari rumahnya. Imel memang termasuk keluarga yang berada, berbeda dengan Irul
yang hidup dalam kesederhanaan. Namun orang tua Imel tidak melarang hubungan
mereka. Meski dari keluarga yang berada, tapi Imel tidak memilih-milih teman.
Karena itu Khairul sangat menyayanginya dan rela melakukan apa saja agar
pacarnya tersebut bahagia.
Malam hari tiba, waktunya untuk
makan malam bersama antara mereka berdua. Namun saat makan malam berlangsung,
hidung Imel mengeluarkan tetesan darah kental. Saat itu Irul khawatir namun
Imel hanya bilang kalau itu mimisan biasa. Mendengar itu kekhawatiran Irul
berkurang. Suatu minggu pagi mereka berjalan di taman kota namun tiba-tiba Imel
jatuh pingsan, saat itu ia langsung dibawa Irul ke rumah sakit terdekat.
Setelah diperiksa oleh Dokter yang bersangkutan Imel divonis menderita kanker
otak. Hal itu diberitahukan oleh Dokter ke Imel. dan dikatakan bahwa umurnya
tidak akan lama lagi. “Dok, saya harap dokter tidak memberitahukan hal ini pada
pacar saya yang sedang menunggu di depan. Karena saya tidak ingin dia
bersedih,” pinta Imel pada Dokter tersebut.
Setelah Dokter keluar dari ruangan, “Gimana, dok, keadaan pacar saya?” tanya Irul.
Setelah Dokter keluar dari ruangan, “Gimana, dok, keadaan pacar saya?” tanya Irul.
“O…anda tenang saja. Pacar anda
baik-baik saja. Hanya terkena anemia atau kekurangan darah. Makanya dia sering
letih dan pingsan,” jawaban Dokter pada Irul.
“Lalu, bagaimana, dok?” tanya Irul lagi penasaran.
“Lalu, bagaimana, dok?” tanya Irul lagi penasaran.
“Hm… tolong biarkan dia istirahat
untuk beberapa hari ini dan jangan diganggu dulu ya…” saran Dokter pada Irul
lalu masuk ke dalam ruangan.
Dokter meminta agar Imel tabah dan
sabar serta banyak berdoa agar datang suatu keajaiban nanti dan segera diminta
memberitahukan kepada kedua orang tuanya tentang penyakit yang sedang di
deritanya tersebut. Dan juga untuk tidak berhenti berobat ke
spesialis-spesialis kanker otak.
Akhirnya Irul mengantar Imel pulang kerumahnya dengan sepeda motor. Sampai di depan teras, Imel mengucapkan selamat malam pada Irul dan berpesan agar hati-hati di jalan, begitu pula dengan Irul yang berpesan agar Imel banyak beristirahat.
Akhirnya Irul mengantar Imel pulang kerumahnya dengan sepeda motor. Sampai di depan teras, Imel mengucapkan selamat malam pada Irul dan berpesan agar hati-hati di jalan, begitu pula dengan Irul yang berpesan agar Imel banyak beristirahat.
Pada Malam harinya setelah selesai
makan malam bersama keluarga, Imel menceritakan yang terjadi terhadap dirinya
kepada kedua orang-tuanya. Imel merupakan anak satu-satunya di keluarga
tersebut, jadi wajar ia sangat disayang oleh kedua orang tuanya. Mendengar apa
yang disampaikan oleh anaknya tersebut kedua orang tuanya sangat sedih dan
khawatir, dan segera berusaha bagaimana agar anaknya bisa cepat sembuh.
Sudah seminggu sejak pengobatan Imel
yang tidak diketahui oleh Khairul. Bahkan ketika Irul menelpon untuk menanyakan
keadaannya, pasti tidak pernah diangkat. Sms dari Irul tidak pernah
dibalas. Sampai suatu hari Imel menelpon Khairul untuk datang ke rumahnya.
Sesampainya di rumah Imel, Khairul
dipersilahkan masuk dan duduk di ruang tamu. Orang tua Imel memperhatikan dari
atas tangga. Imel juga pernah berpesan pada orang tuanya untuk tidak
memberitahukan penyakit yang dideritanya kepada Khairul sampai kapanpun.
Dengan wajah mulai pucat Imel
meminta Khairul untuk mendengarkan ucapannya dengan serius. “Rul, aku minta
kamu jauhi aku mulai saat ini…” pintanya dengan nada sedih.
“Kenapa,,,?” tanya khairul
penasaran.
“Aku mau kuliah ke luar negeri. Orang tuaku ingin aku hidup dengan orang yang sukses. Aku harap kamu bisa berusaha keras dan kembali padaku dengan kesuksesan yang kamu raih…”
“Aku mau kuliah ke luar negeri. Orang tuaku ingin aku hidup dengan orang yang sukses. Aku harap kamu bisa berusaha keras dan kembali padaku dengan kesuksesan yang kamu raih…”
Mendengar hal itu Khairul merasa
terpukul dengan keadaan dirinya. Setelah Irul pulang maka Imel menangis di
dalam kamar dan orang tuanya ikut sedih melihat yang terjadi pada anaknya.
Setibanya di rumah, Irul selalu
murung dan memikirkan ucapan-ucapan yang telah didengarnya dari Imel. Itu
menjadi sebuah penyemangatnya setelah pisah dari Imel. Ia bertekad untuk
berusaha dan menjadi orang yang sukses, setelah itu ia akan kembali untuk
membuktikan pada orang tua Imel, kalau ia mampu untuk menjadi orang yang
sukses.
Hampir setiap hari ia mencari
pekerjaan, kebetulan Harian Pagi yang sering ia kirimi tulisan sedang mencari
orang untuk menjadi wartawan tetap. Dimulainya karir menjadi seorang wartawan,
karena kerjanya yang gigih dan memuaskan kemudian Irul diangkat menjadi
pe-mimpin redaksi yang mengelola harian pagi tersebut. Namun ketertarikannya
terhadap menulis tidak pudar, ia mulai membuat novel tentang kisah hidupnya
yang ia angkat menjadi cerita yang menarik. Novel yang ia buat laku keras dan
terkenal di seluruh nusantara bahkan sampai ke Malaysia. Novel tersebut juga
sempat dibaca oleh Imel, ia senang Khairul sudah mulai sukses. Kini Irul tidak
lagi bekerja di harian pagi seperti biasa, kini dia telah menjadi penulis
terkenal dan kaya raya. Namun, apa yang telah ia raih kini tidak membuatnya
lupa dari mana asalnya. Dia tidak sombong dan selalu membantu orang-orang yang
kesusahan.
Pada hari minggu, seperti biasa
Khairul pergi untuk berlibur pulang ke rumahnya di kampung, namun cuaca agak
sedikit mendung, namun tak menjadi halangan karena ia membawa mobil. Ketika
mobilnya lewat di depan rumah Imel, ia hanya mendapati rumah tersebut sudah
disegel dan tak berpenghuni lagi. Kebetulan rumah lama Khairul berada di
sekitar pemakaman umum, ia melihat kedua orang tua Imel berjalan kaki dengan
baju yang kusam dan membawa sekeranjang bunga. Ia tidak membalas apa yang
pernah dikatakan Imel dulu padanya. Ia bertanya mau ke mana kedua orang tua
tersebut. Karena merasa kasihan pada Khairul kedua orang tua Imel pun melupakan
janji mereka untuk tidak mengatakan keadaan anaknya yang sebenarnya.
Orangtua Imel bercerita bahwa Imel
terkena kanker otak, dan sebenarnya ia tidak pergi kuliah keluar negeri tetapi
untuk pergi berobat. Dia tidak ingin membuat Khairul sedih dan dia berpesan
agar Khairul tetap semangat dan ia senang atas kesuksesan yang telah Khairul
raih.
“Kami telah berusaha untuk
kesembuhannya, seluruh harta kami jual agar anak kami bisa sembuh, tapi Tuhan
berkehendak lain,” ucap orangtua Imel dengan sedih.
Setelah mendengar apa yang telah
disampaikan orang tua tersebut, Irul jatuh lemas terdiam. Sejenak ia
membayangkan wajah Imel tersenyum padanya, terbayang pula segala kisah yang
pernah mereka lalui bersama. Kemudian Khairul meminta orang tua Imel untuk
mengantarkannya ke kuburan Imel.
Di sana segunduk tanah dan batu
nisan bertuliskan nama Imelda Melani. Khairul menatap foto yang ada di kuburan
tersebut, foto yang tersenyum padanya. Meninggalkan kisah kasih yang pilu,
membuat air mata Khairul jatuh untuk ke sekian kalinya, menangisi kepergian
kekasih yang sangat ia cintai.***
Semoga anda dapat mengamnbil hikmah dari cerpen diatas...Aamiin
0 comments:
Posting Komentar